Pengertian Islam
Orang sering salah paham terhadap Islam. Kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap sebagai Islam ternyata bukan Islam dan kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap bukan Islam ternyata itu adalah Islam. Kenapa ini bisa terjadi? Itu karena banyak orang tidak paham tentang Islam. Ini tidak hanya menimpa orang awam saja tetapi juga para intelektualnya. Maka dirasa sangat perlu untuk dimengerti oleh setiap orang akan pengertian Islam agar orang tidak salah paham dan itu mesti diambil dari sumber aslinya yakni Al-Qur’an, bukan dari pendapat-pendapat orang atau yg lainnya. Dan tidak mungkin Alloh tidak menjelaskan secara tersurat maupun tersirat di dalam Al-Qur’an dalam perkara ini. Dan saya telah menemukan penjelasannya.
Kata Islam itu berasal dari bahasa Arab al-islam. Kata al-islam ada di dalam Al-Qur’an dan di dalamnya terkandung pula pengertiannya, diantaranya dalam surat Ali Imron (3) ayat 19 dan surat Al-Maidah (5) ayat 3. Apa yang dapat kita pahami dari kedua ayat itu?.
Al-Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 19, lafalnya, “ innad-dina ‘indallohil-islam…”, artinya, ” sesungguhnya ad-din (jalan hidup) di sisi Alloh (adalah) al-islam…”. Ayat ini dengan jelas sekali menyatakan bahwa al-islam adalah nama suatu ad-din (jalan hidup) yang ada di sisi Alloh (‘indalloh). Ad-din (jalan hidup) itu berupa bentuk-bentuk keyakinan (al-’aqidatu) dan perbuatan (al-’amalu) yang ada pada seseorang, maka pastilah setiap orang memiliki suatu ad-din tertentu. Al-Islam sebagai suatu ad-din yang ada di sisi Alloh tentu berupa bentuk-bentuk keyakinan dan perbuatan yang ditetapkan Alloh dan berasal dari Alloh, bukan hasil pemikiran manusia, makanya dinamakan dinulloh (QS 110 ayat 2). Maka itu berarti al-islam merupakan suatu ad-din yang ditetapkan oleh Alloh untuk manusia, yang merupakan petunjuk dari Alloh (huda minalloh) (QS 28 ayat 50) yang diberikan kepada manusia yang dikehendaki-Nya. Oleh karena al-islam dari Alloh dan sementara itu dikatakan dalam surat Al-Baqoroh (2) ayat 147 bahwa al-haqqu (kebenaran) itu dari Alloh maka pasti al-islam itulah yang dimaksud dengan al-haqqu yang dari Alloh itu. Dan karena al-islam itu dari Alloh dan sementara itu di dalam Al-Qur’an surat Al-A’rof (7) ayat 16 dikatakan bahwa ash-shirothol-mustaqim (jalan yang harus ditegakkan) itu dari Alloh, maka pastilah juga yang dimaksud dengan ash-shirothol-mustaqim yang berasal dari Alloh itu.
dinu Muhammadin saw atau millatu Muhammad saw atau sunnatu Muhammadin saw atau jalan hidup Muhammad saw (tapi bukan Beliau saw yg membikin) atau yang sering disebut orang dengan as-sunnah. Jadi al-islam itu adalah as-sunnah dan as-sunnah adalah al-islam. Maka suatu keyakinan dan perbuatan yang tidak ada di dalam as-sunnah tidak bisa disebut sebagai al-islam. Dan yang lebih memperjelas akan hal ini adalah sabda Muhammad saw, lafalnya, ” man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa roddun “, artinya, ” Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada pada kami ( yakni Beliau saw dan para sahabat ) maka ( amalan itu ) tertolak ” (HR Muslim dari “Aisyah ra ). Kenapa tertolak? karena itu berarti bukan al-islam dan Alloh hanya hanya menerima al-islam (QS 3 ayat 85).
Muhammad saw dan para sahabat adalah sekelompok orang yang paling paham al-islam dan karenanya mereka dipuji oleh Alloh dengan sebutan ” khoiru ummah ” (umat yang terbaik) (QS 3 ayat 110). Sebutan itu diberikan bukan karena kemajuan teknologi atau apa, tapi lebih disebabkan oleh karena mereka meyakini dan mengamalkan al-islam dengan sebaik-baiknya.
Kita yang hidup di zaman sekarang mengetahui al-islam hanya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang tercatat di dalam hadits-hadits yang shohih. Sehingga dengan mudah kita dapat mengetahui apakah keyakinan atau perbuatan itu termasuk al-islam atau bukan kalau kita tahu banyak tentang Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih. Kalau ada dasarnya di dalam Al-Qur’an dan as-sunnah yang ditunjukan dengan hadits yang shohih sudah pasti itulah al-islam. Kalau tidak ada dasarnya bagaimana bisa dinamakan al-islam?
SILATURAHMI
Abul Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Ayyub r.a. berkata: "Seorang Badwi menhadang Nabi Muhammad s.a.w. dan memegang kendali untanya lalu berkata: "Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku apakah yang dapat mendekatkan aku kesyurga dan menjauhkan diriku dari api neraka?" Jawab Baginda s.a.w.: "menyembah Allah s.w.t. dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun dan mendirikan sembahyang dan mengeluarkan zakat dan menghubungi kerabat."
Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Abi Aufa r.a. berkata: "Pada suatu waktu petang hari Arafah kami bersama Baginda s.a.w. tiba-tiba Baginda s.a.w. bersabda: "Jangan duduk bersama kami siapa yang memutuskan hubungan kekeluargaan, supaya bangun dari tengah-tengah kami." Maka tidak ada orang kecuali seorang dibelakang Baginda s.a.w. sendiri, tetapi tidak lama ia kembali maka ditanya oleh Baginda s.a.w.: "Mengapakah engkau , sebab tidak ada orang yang bangun kecuali engkau?" Jawabnya: "Ya Rasulullah, ketika saya mendengar sabdamu itu, segera saya pergi kerumah makcikku yang memutuskan hubungan dengan aku, lalu dia bertanya: Mengapa kau datang, ganjil sekali kedatangan mu ini?" Maka saya beritahukan apa yang saya dengar daripadamu, maka ia membaca istighfar untuk ku dan aku juga membaca istighfar untuknya." Baginda s.a.w. bersabda: "Bagus engkau, duduklah sekarang sebab rahmat tidak akan turun pada suatu kaum jika ada diantara mereka seorang yang memutuskan hubungan kekeluargaan."
Abul Laits berkata: "Hadis ini sebagai dalil bahawa memutuskan hubungan kekeluargaan itu dosa besar sebab dapat menolak rahmat baginya dan bagi kawan-kawan yang duduk bersamanya, kerana itu maka kewajipan kita tiap muslim harus bertaubat dari pemutusan terhadap kekeluargaan dan istighfar minta ampun kepada Allah s.w.t. dan segera menghubungi keluarga untuk mencari rahmat Allah s.w.t. dan menjauhkan diri dari api neraka."
Baginda s.a.w. bersabda: "Tidak ada perbuatan hasanah yang lebih cepat pahalanya daripada menghubungi keluarga dan tiada dosa yang layak disegerakan pembalasannya didunia diamping siksanya kelak diakhirat seperti putus hubungan kekeluargaan dan berlaku zalim aniaya."
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Amr bin Al'ash r.a. berkata: "Seorang datang kepada Baginda s.a.w. dan berkata: "Ya Rasulullah, saya mempunyai keluarga yang saya hubungi tetapi mereka memutuskan hubungan kepadaku. Saya baik kepada mereka tetapi mereka zalim kepadaku dan saya tolong membantu mereka dan mereka berbuat jahat kepadaku, apakah boleh saya membalas perbuatan mereka dengan perbuatan yang sama?" Jawab Baginda s.a.w.: "Tidak, sebab jika kamu membalas mereka, maka sama dengan mereka, tetapi hendaknya engkau tetap mengambil cara yang lebih baik dan tetap menghubungi mereka, maka selalu engkau akan mendapat bantuan dari Allah s.w.t. selama engkau berbuat demikian."
Tiga macam dari akhlak orang ahli syurga, tidak terdapat kecuali pada orang yang baik, pemurah hati iaitu:
- Berbuat baik kepada orang berbuat jahat kepadanya
- Memaafkan orang yang zalim kepadanya
- dan loman kepada orang yang bakhil kepadanya
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Adhdhahaak bin Muzakim ketika menafsirkan ayat yang berbunyi: "Yamhu Allahu maa yasya'u wayuts bitu." (Tafsirannya) "Sesungguhnya seorang itu adakalanya menyambung kekeluargaannya padahal umurnya sudah tinggal tiga hari, tiba-tiba Allah s.w.t. menambah umurnya hingga tiga puluh tahun, dan adakalanya ia memutuskan hubungan kekeluargaan sedang umurnya masih sisa tiga puluh tahun, maka dipotong oleh Allah s.w.t. menjadi hanya tiga hari."
Tsauban r.a berkata Baginda s.a.w. bersabda: "Tidak dapat menolak takdir kecuali doa dan tidak dapat menambah umur kecuali amal kebaikan (taat) dan adakalanya seseorang itu tidak mendapat rezeki kerana berbuat dosa."
Ibn Umar r.a. berkata: "Siapa yang takwa kepada Tuhan dan menghubungi keluarganya maka akan ditambah umurnya dan diperbanyak harta kekayaannya dan disayang oleh keluarganya."
Abul Laits berkata: "Erti bertambah umur itu terdapat dua macam. Sebahagian ulama berpendapat bertambah kebaikannya dan ada juga yang mengertikan bertambah umur sebagaimana yang disabdakan oleh Baginda s.a.w. Ada pula yang berpendapat tidak dapat ditambah sebagaimana firman Allah s.w.t.(Yang berbunyi): "Idza jaa'a ajalluhum la yasta khiruna sa'atan wala yastakdimun." (Yang bermaksud): "Jika telah tiba ajal mereka maka tidak dapat diunsirkan (ditunda) sesaat dan tidak dapat dimajukan." Tetapi erti bertambah umur iaitu dicatat terus pahalanya sesudah matinya, maka tercatatnya pahala sesudah mati itu sama dengan bertambah umur."
Said meriwayatkan dari Qatadah berkata Baginda s.a.w. bersabda: "Bertakwa kamu kepada Allah s.w.t. dan menghubungi keluargamu sebab yang sedemikian itu baik untukmu diakhirat dan lebih tetap bagimu didunia." Ada keretangan: "Jika kau mempunyai kerabat lalu tidak pergi kepadanya dengan kakimu dan tidak kau bantu dengan hartamu bereti telah kau putus hubungannya."
Didalam Shuhuf ada tersebut: "Hai anak Adam, hubungilah kerabatmu dengan membantunya dengan hartamu dan jika kau bakhil dengan hartamu atau sedikit hartamu maka berjalan kepadanya dengan kakimu." Baginda s.a.w. bersabda: "Hubungilah kerabatmu walau hanya dengan memberi salam kepadanya."
Maimun bin Mahran berkata: "Tiga macam yang tidak dibezakan simuslim dengan kafir iaitu:
- Siapa yang berjanji kepadanya maka harus ditepati baik kepada muslim atau kafir
- Dan kepada keluargamu harus kau hubungi baik ia muslim atau kafir
- dan siapa memberi amanat kepadamu harus kau kembalikan kepadanya baik ia muslim atau kafir
Ka'bul- Ahbaar berkata: "Demi Allah yang membelah laut untuk Musa a.s. dan Bani Israil, tertulis didalam kitab Taurat: "Takutlah kepada Tuhanmu dan berbaktilah kepada ibu bapamu dan sambunglah hubungan kerabatmu, nescaya Aku tambah umurmu dan Aku mudahkan kekayaanmu, dan Aku jauhkan kesukaranmu."
Dan Allah s.w.t. menyuruh bersilaturrahim dalam beberapa ayat al-Quran yang berbunyi: "Wattaqu Allahal ladzi tasa'aluna bihi wal arham. (Yang bermaksud): "Dan takutlah kamu pada Allah yang dalam semua hajatmu kamu minta padaNya dan jagalah hubungan kerabatmu. Dan jangan kamu putuskan hubungan dengan mereka." Ayat yang lain pula berbunyi: "Wa ati dzai qurba haqqahu." (Yang bermaksud): "Laksanakan kewajipanmu terhadap kerabat." Didalam ayat yang lain pula berbunyi: "Inna Allaha ya'muru bil adli ihsani wa ieta'i dzil qurba." (Yang bermaksud): "Sungguh Allah menyuruh kamu berlaku adil (beriman kepada Allah s.w.t.) dan berlaku baik terhadap sesama makhluk dan menyambung hubungan kerabat." Ayat yang lain pula berbunyi: Wa yanha anil fah sya'i walmunkari wal bagh yi." (Yang bermaksud): "Dan melarang perbuatan-perbuatan dosa (yang keji) dan mungkar dan penganiayaan." Ayat yang lain pula berbunyi: "Ya'idhukum la'allakum tadzakkarun." (Yang bermaksud): "Allah menasihatkan padamu supaya kamu sedar."
Usman bin Madh'uun r.a. berkata "Baginda s.a.w. sebagai sahabat karib kepadaku, kerana itu pertama aku masuk Islam hanya kerana malu kepadanya sebab ia selalu menganjurkan kepadaku supaya masuk Islam, maka aku masuk Islam tetapi hatiku belum mantap kepada Islam. Tiba-tiba pada suatu hari saya duduk dengannya, tiba-tiba ia mengaibkan aku seolah-olah ia berbicara dengan orang yang disampingnya, kemudian ia menghadap kembali kepadaku sambil bersabda: "Malaikat Jibril telah datang kepadaku membawa ayat (Yang berbunyi): "Innallah ya'muru bil'adili wal insani wa ita'i dzil qurba." (Yang bermaksud): "Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil (beriman kepada Allah s.w.t) dan berbuat baik dan mengertikan kewajipan terhadap kerabat.", maka saya merasa sangat gembira dan mulai meresap iman dalam dadaku, maka aku bangun pergi kepada Abu Thalib dan saya berutahu bahawa saya tadi duduk dengan anak saudaranya, tiba-tiba ia dituruni ayat tersebut. Abi Thalib berkata: "Ikutlah Muhammad, nescaya kamu untung dan terpimpin, demi Allah anak saudaraku itu hanya menganjurkan kepada akhlak dan budi yang baik, jika ia benar atau dusta, maka ia tidak mengajak kamu kecuali kepada kebaikan." Ketika Baginda s.a.w. mendengar suara Abu Thalib sedemikian maka ia ingin kalau-kalau ia masuk Islam, maka diajaknya masuk Islam tetapi Abu Thalib menolak, maka turunlah ayat yang berbunyi: "Innaka la tahdi man ahbabta wala kinnallaha yahdi man yasya'u." (Yang bermaksud): "Sesungguhnya engkau tidak dapat memberi hidayah kepada siapa yang kamu sayangi tetapi Allah memberi hidayah pada siapa yang Dia kehendaki."
Dan dalam yang berbunyi: "Fahal asaitum in tawallaitum an tufsidu fil ardhi wa tuqath thi'uu arhamaakum. Ulaikalladzina la 'anahumullahu fa ashammahun wa a'ma absharahum." (Yang bermaksud): "Apakah ada kemungkinan jika kamu telah menjadi wali (pemimpin) diatas bumi ini lalu kamu merosak dan memutuskan hubungan kerabat. Mereka yang berbuat demikian itu, orang-orang yang dikutuk oleh Allah sehingga dipekakkan telinga mereka dan dibutakan mata mereka." (Surah Muhammad ayat 22-23)
Allah s.w.t. telah berfirman kepada rahim: "Akulah Arrahman dan engkau rahim, Aku akan memutuskan rahmatKu terhadap orang yang memutuskan hubungan dan Aku akan menyambungkan rahmatKu kepada orang yang menghubungimu."
Rahim itu bergantung dengan arsy berdoa siang malam: "Ya Robbi, sambunglah hubungan orang yang menghubungiku dan outuskan hubungan orang yang memutuskan hubungan dengan aku."
Alhasan Albashri berkata: "Jika manusia telah telah menonjolkan ilmunya dan mengabaikan amal perbuatannya dan kasih sayang hanya dengan lidah, sedangkan dalam hati mereka penuh rasa benci dan memutuskan hubungan kekeluargaan, maka mereka akan terkutuk (dilaknat) oleh Allah s.w.t. maka dipekakkan dan dibutakan mata hati mereka."
Abul-laits meriwayatkan dengan sandanya dari Yahya bin Salim berkata: "Dahulu di Mekkah ini ada orang berasal dari Khurasan, seorang soleh dan orang-orang biasa menitipkan segala harta mereka kepadanya. Maka ada seorang menitipkan kepadanya wang sebanyak sepuluh ribu dinar, lalu ia pergi untuk kepentingannya, kemudian orang itu kembali ke Mekkah sedang orang yang dititipi itu telah mati, maka ia bertanya kepada keluarga dan anak-anaknya tentang harta titipannya itu. Dijawab: "Kami tidak mengetahui apa-apa seba dia tidak memberitahu apa-apa kepada kami." Lalu orang itu bertanya kepada ulama-ulama Fuqaha' yang banayk sekali diMekkah. "Saya titip kepada ...(Fulan) sepuluh ribu dinar dan kini orang itu telah mati dan saya bertanya kepada keluarga dan anak-anaknya, mereka menjawab tidak mengetahui hal keadaan ini, maka bagaimanakah pendapatmu?" Jawab para ulama yang ditanya itu: "Kami mengharap semoga orang itu min ahlil jannah, nanti malam jika lewat tengah malam, maka pergilah engkau kezamzam dan panggillah namanya didalam perigi zamzam itu dan katakan: "Ya Fulan bin Fulan, saya yang titip kepadamu dahulu itu."
Maka dilaksanakan nasihat itu dan dipanggil nama orang itu sampai tiga kali, tetapi tidak ada jawapan. Maka ia kembali kepada para ulama yang memberitahu kepadanya. Mereka berkata: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, kami khuatir kalau-kalau kawan mu itu ahli neraka, sekarang kau pergi keYaman dan pergi keBirhut, disana ada perigi, jika lewat tengah malam kau panggil: "Ya Fulan bin Fulan, saya yang titip wang kepadamu dahulu itu." dan ketika ia memanggil sekali sahaja telah mendapat jawapan. Lalu ditanya: "Kasihan kau, mengapakah kau disini, padahal dahulu kau orang yang baik?" Jawabnya: "Saya mempunyai keluarga diKhurasan, maka saya putuskan hubungan dengan mereka sehingga mati, maka Allah s.w.t. menuntut aku dengan ini dan menempatkan diriku disini, adapun hartamu masih tetap ada dan saya tidak mempercayakan harta kepada sesiapapun walau terhadap anak-anak saya, harta itu saya tanam dirumah, maka kau minta izin kepada anakku untuk masuk rumahku, kemudian kau masuk dan galilah ditempat yang saya tunjuk itu, nescaya kau akan mendapat hartamu masih cukup." Maka segera ia kembali dan minta izin kepada anak-anaknya untuk menggali tempat yang ditunjuk itu, maka benar bahawa hartanya masih utuh semuanya.
Abul Laits berkata: "Jika seorang itu dekat dengan kerabatnya maka hubungan kerabat itu berupa hidayah-hidayah dan ziyarah, jika tidak dapat membantu dengan harta, maka cukup dengan tenaga, jika jauh maka hubunginya dengan surat menyurat dan jika dapat mendatangi maka itu lebih utama. Ketahuilah bahawa silaturrahim itu mengandungi sepuluh keuntungan iaitu:
- Mendapat keridhoan Allah s.w.t. sebab Allah s.w.t. menyuruh silaturrahim
- Menggembirakan mereka kerana ada hadis yang mengatakan bahawa seutama-utama amal ialah menyenangkan orang mikmin
- Kegembiraan malaikat kerana malaikat senang dengan silaturrahim
- Mendapat pujian kaum muslimin
- Menjengkelkan iblis laknatullah
- Menambah umur
- Menjadi berkat rezekinya
- Menyenangkan orang-orang yang telah mati kerana ayah dan nenek-nenek itu senang jika anak cucunya bersilaturrahim
- Memupuk rasa cinta dikalangan kekeluargaan sehingga suka membantu bila memerlukan bantuan mereka
- Bertambahnya pahala jika ia mati sebab selalu diingati kepadanya jika telah mati dan mendoakan kerana kebaikannya
Anas r.a berkata: "Tiga macam orang yang akan berada dibawah naungan Allah s.w.t. pada hari kiamat iaitu:
- Orang yang menyambung hubungan kekeluargaan diberkati umurnya dan dilapangkan kuburnya dan rezekinya
- Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dan ditinggali anak-anak yatim lalu dipeliharanya sehingga kaya mereka atau mati
- Orang yang membuat makanan lalu mengundang anak-anak yatim dan orang-orang miskin
Al-Hasan berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dua langkah manusia yang disukai Allah s.w.t. ialah:
- Langkah menuju sembahyang fardhu dan
- Langkah menuju silaturrahim kepada kerabat yang mahram
Lima macam siapa yang melaziminya bertambah hasanatnya bagaikan bukit yang besar dan dilapangkan rezekinya iaitu:
- Siapa yang selalu sedekah sedikit atau banyak
- Orang yang menghubungi kerabat
- Orang yang selalu berjuang untuk menegakkan agama Allah s.w.t.
- Orang yang selalu berwuduk dan tidak memboros penggunaan air
- Orang yang tetap taat kepada kedua ibu bapanya
AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Abul -Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Umar bin Abdul-Aziz berkata: "Sesungguhnya Allah s.w.t. tidak menyiksa orang-orang umum kerana dosa-dosanya orang-orang yang tertentu tetapi apabila perbuatan dosa itu merahajalela dan terang-terangan kemudian tidak ada yang menegur, maka bererti semuanya sudah layak menerima hukuman."
Dan diriwayatkan bahawa Allah s.w.t. telah mewahyukan kepada Yusya bin Nuh a.s.: "Aku akan membinasakan kaummu empat puluh ribu orang yang baik-baik dan enam puluh ribu orang yang derhaka." Nabi Yusya bertanya: "Ya Tuhan, itu orang derhaka sudah layak, maka mengapakah orang yang baik-baik itu?" Jawab Allah s.w.t.: "Kerana mereka tidak murka terhadap apa yang Aku murka, bahkan mereka makan minum bersama mereka yang derhaka itu."
Abu Hurairah r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud): "Anjurkan lah kebaikan itu meskipun kamu belum dapat mengerjakannya dan cegahlah segala yang mungkar meskipun kamu belum menghentikannya."
Anas r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud): "Sesungguhnya diantara manusia itu ada yang menjadi pembuka untuk kebaikan dan penutupan dari kejahatan, dan ada juga manusia yang menjadi pembuka kejahatan dan penutupan kebaikan, maka sesungguhnya untung bagi orang yang dijadikan Allah s.w.t. sebagai pembuka kebaikan dan binasa bagi yang dijadikan Allah s.w.t. pembuka kejahatan itu ditangannya."
Ertinya: Orang yang menganjurkan kebaikan dan mencegah mungkar itulah pembuka kebaikan dan penutupan dari kejahatn dan ia termasuk orang mukmin sebagaimana firman Allah s.w.t.: "Wal mu'minuna wal mu'minaatu ba'dhuhum auliyaa'u ba'dh ya'muruuna bil ma'rufi wayanhauna anil mungkar." Yang bermaksud: "Orang-orang mukmin lelaki dan perempuan setengah menjadi wali pembantu pada setengahnya, menganjurkan kebaikan dan mencegah dari mungkar."
Adapun yang menganjurkan mungkar dari mencegah dari kebaikan maka itu tanda munafiq sebagaimana firman Allah s.w.t.: "Almunafiquuna walmunafiqatu ba'dhuhum min ba'dh ya'muruuna bil mungkari wayanhauna anil ma'ruf" Yang bermaksud: "Orang munafiq lelaki dan perempuan masing-masing menjadi wali pembantu setengahnya menganjurkan kejahatan dan mencegah kebaikan."
Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: "Seutama-utama amal ialah amar ma'ruf dan nahi mungkar (menganjurkan kebaikan dan mencegah kejahatan), dan membenci orang yag fasiq (melanggar hukum). Maka siapa yang menganjurkan kebaikan bererti memperkuat orang mukmin dan siapa mencegah mungkar bererti menghina orang munafiq.
Said meriwayatkan dari Qatadah berkata: "Ada seorang datang kepada Nabi Muhammad s.a.w. ketika diMekah lalu bertanya: "Benarkah engkau mengaku sebagai utusan Allah s.w.t.?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w. : "Ya" Lalu bertanya: "Amal apakah yang lebih disukai Allah s.w.t?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Menghubungi keluarga." Tanyanya lagi: "Kemudian apakah?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Menganjurkan kebaikan dan mencegah mungkar." Lalu ditanya lagi: "Amal apakah yang sangat dimurkai Allah s.w.t.?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w. " Syirik, mempersekutukan Allah s.w.t." "Kemudian apakah?" tanyanya lagi. Nabi Muhammad s.a.w. menjawab: "Memutuskan hubungan kekeluargaan." "Kemudian apakah?" tanyanya lagi. Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar (tidak suka menganjurkan kebaikan dan mencegah mungkar)."
Sufyan Atstsauri berkata: "Jika kau melihat orang yang pandai quran itu disayangi oleh tetangganya dan dipuji oleh kawan-kawannya, maka ketahuilah bahawa ini suka mengambil hati (yakni tidak tegas amar ma'ruf dan nahi mungkar)."
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud) Tidak terjadi pada suatu kaum seorang yang berbuat durhaka, sedang mereka dapat menghentikannya tetapi mereka tidak mencegahnya melainkan Allah s.w.t. akan meratakan mereka siksaanNya sebelum mati mereka."
Abul-Laits berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. mensyaratkan berkuasa untuk mencegah bererti bahawa orang-orang yang baik-baik berkuasa (berwibawa), kerana itu maka kewajipan mereka harus mencegah merahajalelanya orang-orang ahli maksiat."
Allah s.w.t. memuji ummat ini didalam ayat yang berbunyi: "Kuntum khoiro ummatin ukhrijat linnaasi ta'muruna bil ma'rufi watanhauna anil mungkari watu'minuna billah." Yang bermaksud: "Kamu sebaik-baik ummat yang dilahirkan untuk manusia kerana menganjurkan kebaikan dan mencegah mungkar dan beriman kepada Allah."
Didalam ayat lain pula berbunyi: "Wal takun minkum ummatun yad'uuna jlal khori waya'muruuna bil ma'ruufi wayanhauna anil munkar wa'ulaika humul muflihuun." Yang bermaksud: "Harus ada dari kamu golongan (orang-orang) yang mengajak kepada kebaikan dan menganjurkan segala ma'ruf (yang baik) dan mencegah mungkar dan merekalah orang-orang yang beruntung (bahagia)."
Juga Allah s.w.t. mencela orang-orang yang tidak suka mencegah munkar dalam ayat yang berbunyi: "Kaa nu laa yatana hauna an mungkharin fa'aluhu labi'samaa kaanuu yaf'alun." Yang bermaksud: "Mereka tidak saling mencegah dari perbuatan mungkar yang mereka perbuat, sesungguhnya busuk perbuatan mereka itu."
Didalam ayat yang lain pula Allah s.w.t. berfirman: "Lau laa yanhahumur robbaniyuna wal ahbaaru an qaulihimul itsma wa aklihimus suhta, labi'sa maa kaanu yash ma'uun." Yang bermaksud: "Mengapa para ulama dan orang-orang yang mengerti agama itu tidak melarang mereka dari kata-kata yang keji dan makan yang haram, sungguh busuk apa yang mereka perbuat."
Seharusnya orang yang akan menganjurkan amar maruf itu melaksanakan sendiri peribadi supaya lebih mantap manishat peringatannya. Abud Dardaa r.a. berkata: "Siapa yang menasihati saudaranya dimuka umum (terang-terangan) maka bererti telah memalukannya dan siapa memberi nasihat itu sendirian maka benar-benar akan memperbaiki dan bila tidak berguna nasihat dengan rahsia maka boleh minta tolong kepada orang yang baik-baik untuk mencegahnya dari perbuatan maksiat, maka jika tidak dikerjakan yang demikian pasti perbuatan maksiat itu akan menjalar dan bermahajalela sehingga membinasakan mereka semua."
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Annu'man bin Basyir r.a. berkata: "Saya telah mendengar Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud) Perumpamaan orang yang tegak dalam hukum Allah s.w.t. dan orang yang tergelincir bagaikan rombongan yang naik kapal maka masing-masing bertempat diatas dan dibawah, maka ketika mereka sedemikian, tiba-tiba orang yang berada dibahagian bawah mengambil kapak lalu ditanya oleh kawan-kawannya: Apakah maksudmu? Jawabnya: Saya akan melubangi tempatku supaya dekat dengan air sehingga mudah bagiku mengambil atau membuang air. Maka sebahagian yang lain berkata: Biarkan ia berbuat sesukanya dibahagiannya, sebahagian yang lain pula berkata: Jangan kamu biarkan dia melubangi bahagian bawah dari kapal ini, nescaya ninasa dan membinasakan kita semua, maka bila mereka dapat menahannya bererti selamat dan selamat semuanya tetapi bila mereka tidak mencegahnya maka binasa dan binasa semuanya."
Abu-Dardaa r.a. berkata: "Kamu harus melakukan amar maruf nahi mungkar, kalau tidak Allah s.w.t. akan mengguasakan diatas kamu seorang yang zalim, yang tidak menghargai orang tua dan tidak kasih kepada anak-anak, kemudian pada saat itu orang-orang yang baik diantara kamu berdoa, maka tidak diterima doa mereka, minta pertolongan juga tidak ditolong minta ampun tidak diampun."
Huszaifah ra.a berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud) Demi Allah yang jiwaku ada ditangaNya, kamu harus melakukan amar maruf dan nahi mungkar atau jika tidak melakukan itu bererti sudah hampir Allah akan menurunkan siksa kepadamu, kemudian kamu berdoa maka tidak diterima oleh."
Ali r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud) Jika ummatku telah takut berkata kepada orang yang zalim itu: "Engkau zalim!", maka ucapkan selamat tinggal pada ummat itu (mereka akan binasa dan hina)."
Abul Said Alkhudi r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud) Jika kamu melihat perbuatan mungkar maka kamu harus roboh (tentang) dengan kekuatan kekuasaan (tangan), jika tidak dapat maka dengan nasihat lidahnya, jika tidak dapat maka dibenci dengan hatinya dan ini menunjukkan selemah-lemah iman. Menggunakan kekuatan kekerasan itu bagi orang yang berkuasa dan dengan lisan bagi para ulama (cerdik pandai) dan denganb hati bagi umum. Masing-masing orang menggunakan menurut kedudukannya, kekuatannya dan kekuasaannya."
Abul-Laits berkata: "Seharusnya bagi orang yang maruf (menganjurkan kebaikan) dan nahi mungkar (mencegah kejahatan) itu harus niat ikhlas kerana Allah s.w.t. dan menegakkan agama Allah s.w.t. bukan semata-mata membela kepentingan diri sendiri, sebab bila ia benar-benar ikhlas kerana Allah s.w.t. dan agama Allah s.w.t., maka pasti mendapat bantuan pertolongan Allah s.w.t. sebagaimana ayat yang berbunyi: "In tanshurullaha yan shurkum." (Yang bermaksud: "Jika kamu benar-benar menegakkan khalimatullah, maka Allah akan menolong kamu.) Juga pasti ia terpimpin dengan taufiq dari Allah s.w.t. Ada riwayat dari Ikrimah berkata: "Ada seorang berjalan tiba-tiba ia melihat sebuah pohon disembah orang maka ia marah dan langsung ia pulang mengambil kapaknya lalu naik himar menuju ketempat pohon itu untuk memotongnya, maka dihadang iblis laknatullah ditengah jalan tetapi merupai orang, maka ditanya: "Engkau akan kemana?" Jawab orang itu: "Saya melihat pohon yang disembah orang, maka saya berjanji kepada Allah s.w.t. akan memotong pokok itu, kerana itu saya pulang mengambil kapak dan naik himarku ini untuk pergi kepohon itu." Iblis laknatullah berkata: "Apa urusanmu dengan sembahan orang, biar orang lain, mereka telah jauh dari rahmat Allah." Disebabkan rintangan iblis laknatullah itu maka ahkirnya mereka berkelahi tetapi ternyata Iblis laknatullah itu kalah, sampai berulang tiga kali tetap iblis laknatullah kalah lalu Iblis laknatullah itu berkata: "Lebih baik kau kembali dan saya berjanji kepadamu tiap hari aku akan berikan kepadamu empat dirham diujung tempat tidurmu." Orang itu bertanya: "Apakah betul kau akan begitu?" Jawab iblis laknatullah: "Ya, aku jamin tiap hari." Maka kembalilah orang itu kerumahnya, maka benarlah pada esok hari ia mendapat wang itu selama dua hari dan pada hari ketiga ternyata tidak ada apa-apa, kemudian esok harinya lagi tiada juga. Maka kerana ia tidak mendapat wang itu, maka ia segera mengambil kapak dan naik himar untuk pergi kepohon itu, maka ditengah jalan dihadang oleh iblis laknatullah yang merupai manusia dan ditanya: "Kemana kau mahu pergi?" Jawabnya: "Kepohon yang disembah orang itu untuk memotongnya." Iblis laknatullah berkata: "Engkau tidak dapat berbuat demikian, adapun yang pertama kali itu kerana kau keluar dengan marahmu itu benar-benar kerana Allah sehingga umpama semua penduduk langit dan bumi akan menghalangi kamu tidak akan dapat, adapun sekarang maka kau keluar kerana tidak mendapat wang maka bila kau berani maju setapak aku akan patahkan lehermu.", maka ia kembali kerumahnya dan membiarkan pohon itu.
Abul-Laits berkata: "Seorang yang akan menjalankan amar maruf dan nahi mungkar harus melengkapi lima syarat iaitu:
- Berilmu, sebab orang yang bodoh tidak mengerti maruf dan mungkar
- Ikhlas kerana Allah s.w.t. dan kerana agama Allah s.w.t.
- Kasih sayang kepada yang dinasihati, dengan lunak dan ramah tamah dan jangan menggunakan kekerasan sebab Allah s.w.t. telah berpesan keppada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. supaya berlaku lunak kepada Fir'aun
- Sabar dan tenang, sebab Allah s.w.t. berfirman yang berbunyi: "Wa'mur bil ma'rufi wanha anilmunkar wash bir ala maa ashabaka." Yang bermaksud: "Anjurkan kebaikan dan cegahlah yang mungkar dan sabarlah terhadap segala penderitaanmu."
- Harus mengerjakan apa-apa yang dianjurkan supaya tidak dicemuh orang atas perbuatannya sendiri sehingga tidak termasuk pada ayat yang berbunyi: "Ata'murunannasa bil-birri watansauna anfusakum." Yang bermaksud: "Apakah kamu menganjurkan kebaikan kepada orang lain tetapi melupakan dirimu sendiri."
Anas r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud): "Ketika malam isra' saya melihat orang-orang yang digunting bibirnya dengan gunting dan ketika aku bertanya pada Jibril: Siapakah mereka itu, ya Jibril? Jawabnya: Mereka pemimpin-pemimpin dari ummatmu yang menganjurkan orang lain berbuat baik tetapi lupa pada diri sendiri, padahal mereka membaca kitab Allah s.w.t. tetapi mereka tidak memperhatikan dan mengamalkannya."
Qatadah berkata: "Didalam kitab Taurat ada tertulis: Hai anak Adam, engkau mengingatkan lain orang dengan ajaranKu sedang engkau melupakan Aku, dan mengajak orang kembali kepadaKu sedang engkau lari daripadaKu, maka sia-sia perbuatanmu itu."
Abu Mu'awiyah Alfazari meriwayatkan dengan sanadnya bahawa Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud): "Kamu kini dalam hal yang sangat jelas dari jalan Tuhanmu sehingga nampak jelas bagimu dua macam mabuk iaitu mabuk penghidupan dan mabuk kebodohan dan kamu kini masih menjalankan amar maruf dan nahi mungkar, dan kamu berjuang bukan dalam jalan Allah s.w.t. dan orang-orang yang dapat menegakkan ajaran kitab dengan sembunyi atau terang-terangan sama pahalanya dengan orang-orang dahulu dari sahabat Muhajirin dan Anshar."
Alhasan berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud): "Siapa yang lari dari daerah kelain daerah untuk mempertahankan agamanya, walau baru melangkah satu jengkal, maka telah pasti (berhak) masuk syurga dan menjadi kawan Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad s.a.w."
(Sebab) Nabi Ibrahim a.s. telah berhijrah dari Hiraan ke Syam iaitu yang tersebut didalam ayat yang berbunyi: "Wa qaala inni muhajirun ila robbi innahu huwal aziizul hakiem. Yang bermaksud: "Dan berkata Ibrahim, sungguh aku akan berhijrah kepada Tuhanku, sungguh Dialah yang mulia, jaya dan bijaksana."
Dan Ayat yang berbunyi: "Inna dzahibun ila robbi sayahdini." Yang bermaksud: "Sungguh aku akan pergi kepada Tuhanku, Dialah yang memberi hadayat dan memimpin aku."
Dan Nabi Muhammad s.a.w. telah berhijrah dari Mekkah ke Madinah, maka siapa didaerah yang penuh maksiat lalu ia keluar daripadanya kerana mengharapkan keridhaan Allah s.w.t., maka telah mengikuti jejak Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Muhammad s.a.w., maka insyaallah akan menjadi kawan keduanya disyurga.
Firman Allah s.w.t. yang berbunyi: "Waman yakhruj min baitihi muhajiran illalahi warasulihi tsumma yudrikhul mautu faqad waqa'a ajrunu alallah wakaanallahu ghafura rahima." Yang bermaksud: "Dan siapa yang keluar dari rumahnya berhijrah kepada Allah dan Rasulullah kerana taat kepada Allah dan Rasulullah kemuadian mati, maka pahalanya telah dijamin oleh Allah, dan Allah itu maha pengampun lagi penyayang."
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud): "Tiap-tiap muslim yang keluar dari rumahnya berhijrah menuju taat dan keridhoaan Allah s.w.t. dan Rasul-Nya, lalu meletakkan kakinya diatas kenderaannya walau baru berjalan selangkah kemudian mati, maka Allah s.w.t. akan memberi pahala orang-orang yang berhijrah. Dan tiap-tiap orang muslim keluar dari rumahnya untuk berperang jihad fisabilillah, mendadak terinjak oleh kenderaannya atau tergigit oleh binatang berbisa sebelum perang atau mati bagaimanapun keadaannya, maka ia mati syahid. Dan tiap orang muslim yang keluar dari rumahnya menuju ke Baitillahil Haram (berbuat haji) kemudian mati sebelum sampai, maka Allah s.w.t. akan mewajibkan baginya syurga."
Abul-Laits berkata: "Dan siapa tidak hijrah dari daerahnya sedang ia sanggup menunaikan ibadat kepada Allah s.w.t., maka tidak apa-apa asalkan ia membenci pada maksiat yang terjadi disekitarnya, maka ia dimaafkan." Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata: "Cukup bagi seorang yang melihat mungkar dan ia tidak dapat merubahnya, asalkan Allah s.w.t. mengetahui dalam hatinya bahawa ia tidak suka pada mungkar itu."
Sebahagian sahabat r.a. berkata: "Jika seorang melihat mungkar dan tidak dapat mencegahnya, maka hendaklah dia membaca: Allahuma inna hadzaa munkaran fala tu'aa khidzni bihi. Yang bermaksud: Ya Allah, maka jangan menuntut aku dengan adanya mengkar. (Sebanyak 3 kali) Maka jika membaca yang demikian ia mendapat pahala seperti orang amar maruf dan nahi mungkar.
Umar bin Jabir Allakhmi dari Abu Umayyah berkata: "Saya tanya pada Abu Tsa'labah Alkhusyani r.a. tentang ayat yang berbunyi: "Ya ayyuhai ladzina aamanu anfusakum laa yadhurrukum man dholla idzah tadaitum." Yang bermaksud: "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, tidak apa-apa bagimu kesesatan orang yang sesat bila kamu telah mendapat hidayat dan berlaku baik." Jawab Abu Tsa'labah: "Engkau telah tanya pada orang-orang yang benar mengetahui, saya telah tanya kepada Rasulullah s.a.w. maka Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud): "Hai Abu Tsa'labah, laksanakan amar maruf dan nahi mungkar, maka apabila engkau telah melihat dunia sudah diutamakan dari lain-lainnya, dan orang yang kikir telah diikuti orang, dan tiap orang sombong dan berbangga dengan pendapatnya sendiri, maka jagalah dirimu, sebab dibelakangmu adalah saat kesabaran dan ketahanan dan bagi orang yang kuat mempertahankan sebagaimana yang kamu lakukan sekarang ini akan mendapat pahala sama dengan lima puluh orang." Sahabat bertanya: "Sama dengan lima puluh orang dari kami atau dari mereka?" Jawab Rasullullah s.a.w.: "Sama dengan lima puluh orang dari kamu."
Qais bin Abi Hazim berkata: "Saya telah mendengar Abu Bakar Assiddiq r.a. berkata: "Kamu membaca ayat ini (yang berbunyi): "Ya ayyuhallazlina amanu alaikum anfusakum ia yadhurrukum man dholla idzah tadaitum, ilallahi marji'ukum kami'an." Yang bermaksud: "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, tidak bahaya bagimu kesesatan orang-orang yang sesat jika kamu sendiri mengikuti petunjuk, kepada Allah kamu semua akan kembali." Dan saya telah mendengar Nabi Muhammad s.a.w. bersabda (yang bermaksud): "Tiada satu kaum yang memaharajalela ditengah-tengah mereka perbuatan maksiat kemudian tiada yang berusaha merubahnya dan mencegahnya melainkan telah hampir tiba pada mereka siksa umum merata dari Allah s.w.t." dan kamu letakkan tidak pada tempatnya.
Ibn Mas'ud r.a. ketika ditanya mengenai ayat ini, ia menjawab: "Bukan masanya tetapi itu berlaku bila hawa nafsu telah mengusai dan merata dan orang-orang suka berdebat, maka tiap orang harus menjaga keselamatan dirinya, maka pada saat itulah tiba masanya.(Tafsirannya)
Sejarah Pembukuan Al-Qur'an
Mushaf Al Quran yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu jaminan atas keotentikan Al Quran langsung diberikan oleh Allah SWT yang termaktub dalam firman-Nya QS.AL Hijr -(15):9: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al Quran), dan kamilah yang akan menjaganya”..
Pada permulaan Islam, kebanyakan orang bangsa Arab Islam adalah bangsa yang buta huruf, sangat sedikit di antara mereka yang tahu menulis dan membaca. Mereka belum mengenal kertas seperti kertas yang ada sekarang. Perkataan “al waraq” (daun) yang digunakan dalam mengatakan kertas pada masa itu hanyalah pada daun kayu saja. Kata “al qirthas” digunakan oleh mereka hanya merujuk kepada benda-benda (bahan-bahan) yang mereka pergunakan untuk ditulis seperti kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelepah tamar/kurma, tulang binatang dan sebagainya.
Setelah mereka menaklukkan negeri Persia, yaitu sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW barulah mereka mengenal kertas. Orang Persia menamakan kertas itu sebagai “kaqhid”. Maka digunakan kata itu untuk kertas oleh bangsa Arab Islam semenjak itu. Sebelum Nabi Muhammad atau semasa zaman Nabi Muhammad kata “kaqhid” itu tidak ada digunakan di dalam bahasa Arab, atau pun dalam hadis-hadis Nabi. Kemudian kata “al qirthas” digunakan pula oleh bangsa Arab Islam ini kepada apa yang dinamakan “kaqhid” dalam bahasa Persia itu. Kitab atau buku tentang apapun juga belum ada pada mereka. Kata-kata “kitab” di masa itu hanyalah bermaksud dalam bentuk seperti sepotong kulit, batu atau tulang dan sebagainya. Begitu juga dalam arti kata surat seperti pada ayat 28 dari surah An Naml di bawah.
“Pergilah dengan surat saya ini, maka jatuhkanlah dia kepada mereka..”
Begitu juga “kutub” (jama kitab) yang dikirimkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada raja-raja di masanya untuk menyeru mereka kepada Islam.
Walaupun kebanyakkan bangsa Arab Islam pada masa itu masih buta huruf, namun mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pegangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair dari pujangga-pujangga dan penyair-penyair mereka, ansab (silsilah keturunan) mereka, peperangan-peperangan yang terjadi di antara mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan mereka tiap hari dan lain-lain sebagainya, adalah kepada hafalan semata-mata. Demikianlah keadaan bangsa Arab di waktu kedatangan Islam itu. Maka dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW suatu cara yang amali (praktis) yang selaras dengan keadaan itu dalam menyiarkan Al Quran dan memeliharanya. Tiap-tiap diturunkan ayat-ayat itu, Nabi Muhammad SAW menyuruh menghafalnya dan menuliskannya di batu, kulit binatang, pelepah tamar dan apa saja yang bisa disusun dalam sesuatu surat. Nabi Muhammad menerangkan tertib urut ayat-ayat itu. Nabi Muhammad mengadakan peraturan, yaitu Al Quran sajalah yang boleh dituliskan. Selain daripada Al Quran, Hadis-hadis atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi Muhammad dilarang menuliskannya. Larangan ini bermaksud supaya Al Quran itu terpelihara, jangan campur aduk dengan yang lain-lain yang juga didengar dari Nabi Muhammad.
Nabi menganjurkan supaya Al Quran itu dihafal, selalu dibaca dan diwajibkannya membacanya dalam solat. Maka dengan itu banyaklah orang yang hafal Al Quran. Surah yang satu dihafal oleh ribuan manusia dan banyak yang hafal seluruh Al Quran. Dalam pada itu tidak ada satu ayatpun yang tidak dituliskan. Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad sehingga baginda bersabda, “Di akhirat nanti tinta ulama-ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhada (orang-orang yang mati syahid)” Hal ini menunjukkan bahwa beliau ridho akan penulisan selain Al-Qur’an setelah beliau wafat. Maka tidaklah mengapa penulisan Hadits, ilmu fiqih, dan penulisan ilmu-ilmu lainnya setelah beliau SAW wafat.
Dalam peperangan Badar, orang-orang musyrikin yang ditawan oleh orang-orang Islam, yang tidak mampu menebus dirinya dengan uang, tetapi mempunyai pengetahuan dalam menulis dan membaca, masing-masing diharuskan mengajar sepuluh orang Muslim agar dapat menulis dan membaca sebagai ganti tebusan. Di dalam Al Quran pun banyak ayat-ayat yang mengutarakan penghargaan yang tinggi terhadap huruf, pena dan tulisan. Contohnya seperti ayat di bawah,
“Nun, demi pena dan apa yang mereka tuliskan.” (QS. Al-Qalam: 1)
“Bacalah, dan Tuhanmu amat mulia. Yang telah mengajar dengan pena. Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-’Alaq: 3, 4 dan 5)
Karena itu bertambahlah keinginan untuk belajar menulis dan membaca di kalangan orang-orang muslim, dan semakin bertambah banyaklah di antara mereka yang pandai menulis dan membaca dan semakin banyaklah orang yang menuliskan ayat-ayat yang telah diturunkan itu. Nabi Muhammad sendiri mempunyai beberapa orang penulis yang bertugas menuliskan Al Quran untuk baginda. Penulis-penulis beliau yang terkenal ialah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Shahabat yang terbanyak menuliskannya ialah Zaid bin Tsabit.
Dengan demikian, di zaman Nabi Muhammad, terdapat 3 unsur yang tolong-menolong memelihara Al Quran yang telah diturunkan itu:
1. Hafalan dari mereka yang hafal Al-Quran.
2. Naskah-naskah Al-Qur’an yang ditulis atas perintah Nabi Muhammad.
3. Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing
Setelah mereka menaklukkan negeri Persia, yaitu sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW barulah mereka mengenal kertas. Orang Persia menamakan kertas itu sebagai “kaqhid”. Maka digunakan kata itu untuk kertas oleh bangsa Arab Islam semenjak itu. Sebelum Nabi Muhammad atau semasa zaman Nabi Muhammad kata “kaqhid” itu tidak ada digunakan di dalam bahasa Arab, atau pun dalam hadis-hadis Nabi. Kemudian kata “al qirthas” digunakan pula oleh bangsa Arab Islam ini kepada apa yang dinamakan “kaqhid” dalam bahasa Persia itu. Kitab atau buku tentang apapun juga belum ada pada mereka. Kata-kata “kitab” di masa itu hanyalah bermaksud dalam bentuk seperti sepotong kulit, batu atau tulang dan sebagainya. Begitu juga dalam arti kata surat seperti pada ayat 28 dari surah An Naml di bawah.
“Pergilah dengan surat saya ini, maka jatuhkanlah dia kepada mereka..”
Begitu juga “kutub” (jama kitab) yang dikirimkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada raja-raja di masanya untuk menyeru mereka kepada Islam.
Walaupun kebanyakkan bangsa Arab Islam pada masa itu masih buta huruf, namun mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pegangan mereka dalam memelihara dan meriwayatkan syair-syair dari pujangga-pujangga dan penyair-penyair mereka, ansab (silsilah keturunan) mereka, peperangan-peperangan yang terjadi di antara mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan mereka tiap hari dan lain-lain sebagainya, adalah kepada hafalan semata-mata. Demikianlah keadaan bangsa Arab di waktu kedatangan Islam itu. Maka dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW suatu cara yang amali (praktis) yang selaras dengan keadaan itu dalam menyiarkan Al Quran dan memeliharanya. Tiap-tiap diturunkan ayat-ayat itu, Nabi Muhammad SAW menyuruh menghafalnya dan menuliskannya di batu, kulit binatang, pelepah tamar dan apa saja yang bisa disusun dalam sesuatu surat. Nabi Muhammad menerangkan tertib urut ayat-ayat itu. Nabi Muhammad mengadakan peraturan, yaitu Al Quran sajalah yang boleh dituliskan. Selain daripada Al Quran, Hadis-hadis atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Nabi Muhammad dilarang menuliskannya. Larangan ini bermaksud supaya Al Quran itu terpelihara, jangan campur aduk dengan yang lain-lain yang juga didengar dari Nabi Muhammad.
Nabi menganjurkan supaya Al Quran itu dihafal, selalu dibaca dan diwajibkannya membacanya dalam solat. Maka dengan itu banyaklah orang yang hafal Al Quran. Surah yang satu dihafal oleh ribuan manusia dan banyak yang hafal seluruh Al Quran. Dalam pada itu tidak ada satu ayatpun yang tidak dituliskan. Kepandaian menulis dan membaca itu amat dihargai dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad sehingga baginda bersabda, “Di akhirat nanti tinta ulama-ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhada (orang-orang yang mati syahid)” Hal ini menunjukkan bahwa beliau ridho akan penulisan selain Al-Qur’an setelah beliau wafat. Maka tidaklah mengapa penulisan Hadits, ilmu fiqih, dan penulisan ilmu-ilmu lainnya setelah beliau SAW wafat.
Dalam peperangan Badar, orang-orang musyrikin yang ditawan oleh orang-orang Islam, yang tidak mampu menebus dirinya dengan uang, tetapi mempunyai pengetahuan dalam menulis dan membaca, masing-masing diharuskan mengajar sepuluh orang Muslim agar dapat menulis dan membaca sebagai ganti tebusan. Di dalam Al Quran pun banyak ayat-ayat yang mengutarakan penghargaan yang tinggi terhadap huruf, pena dan tulisan. Contohnya seperti ayat di bawah,
“Nun, demi pena dan apa yang mereka tuliskan.” (QS. Al-Qalam: 1)
“Bacalah, dan Tuhanmu amat mulia. Yang telah mengajar dengan pena. Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-’Alaq: 3, 4 dan 5)
Karena itu bertambahlah keinginan untuk belajar menulis dan membaca di kalangan orang-orang muslim, dan semakin bertambah banyaklah di antara mereka yang pandai menulis dan membaca dan semakin banyaklah orang yang menuliskan ayat-ayat yang telah diturunkan itu. Nabi Muhammad sendiri mempunyai beberapa orang penulis yang bertugas menuliskan Al Quran untuk baginda. Penulis-penulis beliau yang terkenal ialah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Shahabat yang terbanyak menuliskannya ialah Zaid bin Tsabit.
Dengan demikian, di zaman Nabi Muhammad, terdapat 3 unsur yang tolong-menolong memelihara Al Quran yang telah diturunkan itu:
1. Hafalan dari mereka yang hafal Al-Quran.
2. Naskah-naskah Al-Qur’an yang ditulis atas perintah Nabi Muhammad.
3. Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing
25 NABI
- NABI ISA AS
- NABI ZAKARIA & YAHYA
- NABI YUNUS AS
- NABI ILYASA' AS
- NABI ILYAS AS
- NABI SULAIMAN AS
- NABI DAUD AS
- NABI HARUN AS
- NABI MUSA AS
- NABI ZULKIFLI AS
- NABI AYYUB AS
- NABI SYU'AIB AS
- NABI YUSUF AS
- NABI YA'KUB AS
- NABI ISHAQ AS
- NABI LUTH AS
- NABI ISMAIL AS
- NABI IBRAHIM AS
- NABI SOLEH AS
- NABI HUD AS
- NABI NUH AS
- NABI IDRIS AS
- NABI ADAM AS
Rasulullah SAW, Kekasih Allah
Suatu saat beberapa sahabat menunggu Rasulullah SAW di masjid Madinah. Mereka berdiskusi soal agama. Sampai pada suatu tema, mereka berbicara tentang topik kelebihan para rasul dan nabi.
Ibnu Abbas RA menuturkan, sebagaimana dicatat Ad-Darami dan At-Tirmidzi dalam kumpulan hadist mereka, ada seorang sahabat berkata, “Sungguh menakjubkan! Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai kawan dekat-Nya.”
Yang lain menyahut, “Lebih hebat lagi Allah telah bercakap-cakap secara langsung dengan Musa!”
Sebagian lagi mengutarakan, “Isa sebagai kalimat Allah dan Ruh-Nya.”
Ada lagi yang mengatakan. “Allah telah memilih Adam.”
Pernyataan-pernyataan para sahabat itu telah menimbulkan perbedaan pendapat. Dan mereka belum menemukan kata akhir, siapakah yang lebih dari yang lain. Sementara dalam ayat disebutkan, “Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi itu atas sebagian yang lain.” – QS Al-Isra’ (17):55.
Tanpa disadari para sahabat, ternyata yang dinanti, Rasulullah SAW, sudah berdiri dibelakang mereka. Dan beliaupun sudah mendengar apa yang mereka bicarakan.
Dengan wajah mengepresikan tanya, para sahabat menunggu Nabi bersabda.
Bukan Kesombongan
“Aku telah mendengar apa yang kalian percakapkan dan memaklumi keheranan kalian terhadap keberadaan Ibrahim sebagai kawan dekat Allah, memang begitulah adanya. Terhadap keberadaan Musa sebagai orang yang diajak bercakap-cakap langsung, memang begitulah adanya. Terhadap keberadaan Isa sebagai kalimat dan Ruh-Nya, juga memeng begitulah adanya. Sedang aku adalah kekasih Allah ( Habib Allah ), dan ini bukan kesombongan.”
Yang lain menyahut, “Lebih hebat lagi Allah telah bercakap-cakap secara langsung dengan Musa!”
Sebagian lagi mengutarakan, “Isa sebagai kalimat Allah dan Ruh-Nya.”
Ada lagi yang mengatakan. “Allah telah memilih Adam.”
Pernyataan-pernyataan para sahabat itu telah menimbulkan perbedaan pendapat. Dan mereka belum menemukan kata akhir, siapakah yang lebih dari yang lain. Sementara dalam ayat disebutkan, “Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi itu atas sebagian yang lain.” – QS Al-Isra’ (17):55.
Tanpa disadari para sahabat, ternyata yang dinanti, Rasulullah SAW, sudah berdiri dibelakang mereka. Dan beliaupun sudah mendengar apa yang mereka bicarakan.
Dengan wajah mengepresikan tanya, para sahabat menunggu Nabi bersabda.
Bukan Kesombongan
“Aku telah mendengar apa yang kalian percakapkan dan memaklumi keheranan kalian terhadap keberadaan Ibrahim sebagai kawan dekat Allah, memang begitulah adanya. Terhadap keberadaan Musa sebagai orang yang diajak bercakap-cakap langsung, memang begitulah adanya. Terhadap keberadaan Isa sebagai kalimat dan Ruh-Nya, juga memeng begitulah adanya. Sedang aku adalah kekasih Allah ( Habib Allah ), dan ini bukan kesombongan.”
GHIBAH (MENYEBUT KEJELELEKAN ORANG LAIN)
http://apresiasi-rofiuddin.blogspot.com/ - Abul Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Tahukah kamu apakah ghibah?" Jawab sahabat: "Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. yang lebih mengetahui." "Ghibah itu jika kau menyebut (membicarakan) hal keadaan saudaramu yang ia tidak suka hal itu disebut atau dibicarakan kepada orang lain, maka itu bererti ghibah padanya." Jawab Rasulullah s.a.w. Lalu ditanya: "Bagaimana kalau saudaraku betul begitu?" "Jika yang kau sebut itu benar ada padanya. maka itu ghibah tetapi jika tidak betul maka itu buhtan (membuat-buat kepalsuan, pendustaan untuk menjelekkan nama orang)." jawab Rasulullah s.a.w.
Menyebut: "Baju orang itu pendek atau panjang." itu bererti ghibah.
Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibn Abi Najih berkata: "Ada seorang wanita pendek datang kerumah Nabi Muhammad s.a.w. dan ketika telah keluar, Siti Aisyah r.a. berkata: "Alangkah pendeknya orang itu." Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Engkau ghibah." Aisyah r.a. berkata: "Saya tidak menyebut kecuali yang sebenarnya ada padanya." Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Engkau telah menyebut yang paling jelek padanya."
Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Said Alkhudri r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Pada malam Israa ke langit aku melalui suatu kaum yang dipotongkan daging pinggangnya, kemudian dimakankan kepadanya dengan kalimat Makanlah apa yang dahulu kamu makan dari daging saudaramu. Maka saya bertanya: "Ya Jibril, siapakah mereka itu?" Jawabnya: "Mereka dari ummatmu yang mengumpat ghibah (menyebut kejelekkan orang lain) Hammaz lammaz iaitu mengejek dengan isyarat atau lidah atau dengan tangan.